Selasa, 17 Maret 2009

Berhati-hati

“Ingatlah dalam tubuh manusia itu
ada segumpal daging.
Jika segumpal daging tersebut baik,
baiklah seluruh tubuhnya.
Namun, jika segumpal daging tersebut buruk, buruk pulalah seluruh tubuhnya.
Segumpal daging tersebut adalah hati!”

Semoga masih senantiasa Allah yang utama dan pertama di hati kita. Mudah-mudahan Allah yang senantiasa menatap kita memberi keberkahan dan kemudahan kepada kita untuk selalu mampu merawat hati dalam kebeningan dan keikhlasan.
Sahabat, saat berada di sebuah rumah yang terawat dan tertata apik, kita tentu akan merasa betah dan tenteram untuk berlama-lama di dalamnya. Mata kita akan teramat nyaman menatap lantai yang bersih mengkilap, kaca jendela yang bening tak berdebu, dinding yang bercat dan beraksesoris kaligrafi menawan, perabotan yang bersih dan tertata rapi, serta bunga dengan warna-warni yang padu semerbak mewangi dan tertata apik menghiasi seisi rumah.
Saat perlu ke kamar kecil, kita pun menemukan kamar kecil yang wangi dan teramat bersih. Subhanallah, tiada satu pun cacat yang terlihat, tiada satu pun aib yang tersingkap. Takkan ada keluh kesah dan resah gelisah meski berlama lama berada di dalam rumah indah seperti itu. Yang ada hanyalah keindahan yang menyejukkan dan teramat luar biasa menawan.
Namun, lain halnya jika kita memasuki sebuah rumah yang tidak terawat. Kita tentu takkan betah berlama-lama berada di dalamnya. Mata kita takkan sudi apalagi merasa nyaman meski untuk sekadar menatap lantai yang kotor berlumut, kaca jendela yang gelap berdebu tebal sampai berkarat, dinding yang kusam dengan banyak bagian yang catnya terkelupas, serta perabotan yang rusak dan tidak tertata. Suasana kumuh dan bau pengap merajai seisi rumah hingga tak sedikit hewan kotor, seperti kecoa dan tikus dengan sukacita berkeliaran bebas di dalamnya.
Saat perlu ke kamar kecil, kita pun dipaksa tutup mata-tutup hidung rapat-rapat karena lantai yang licin berlumut dan bau yang menyengat. Yang ada hanyalah kekusaman yang menjijikkan dan teramat luar biasa menyesakkan.
Sahabat, rumah yang terawat tadi dapat diibaratkan sebagai hati yang bersih yang senantiasa terawat dan terpelihara. Orang yang hatinya bersih takkan merasa was-was dan resah gelisah dengan aneka ketentuan dari Allah. Tak pernah berlaku sifat keluh kesah bagi orang yang berhati bersih. Apa pun yang Allah tentukan buatnya senantiasa dimaknai dan diterimanya dengan suka cita tanpa hiasan warna-warni keluh-kesah.
Subhanallah, semua ketentuan dari Allah, apa pun bentuknya, senantiasa baik untuknya. Siapa pun yang berada di dekatnya akan merasakan kenyamanan dan ketenteraman yang luar biasa hingga tetap betah meski harus berlama-lama berdekatan dengannya.
Siapa orangnya yang tidak terpikat untuk mempunyai hati yang tak pernah sempat terwarnai sifat resah gelisah. Siapa pula orangnya yang tidak merasa tenteram untuk berlama-lama ber-dekatan dengan sesuatu yang dapat membuatnya teramat nyaman dan teramat menyejukkan.
Tamsil yang kedua, yakni rumah yang tak terawatt dapat diibaratkan hati yang kotor tak terpelihara. Orang yang hatinya kotor akan senantiasa was-was dan merasa resah dalam menjalani setiap aktivitas. Segala kejadian yang menimpa dicurigai sebagai sesuatu yang akan membahayakan dan merugikannya. Saat ada orang yang menawarinya makanan, ia pun curiga jangan-jangan makanan tersebut telah ditaburi racun. Begitu pula saat Allah menetapkan suatu ketentuan, ia pun mencurigai Allah. Bahkan, boleh jadi menuduh Allah telah pilih kasih dan tidak adil. Padahal boleh jadi, ia sendiri yang salah dan tidak adil dalam memahami dan memaknai.
“Boleh jadi apa yang kamu kira baik
padahal teramat buruk bagimu.
Dan boleh jadi apa yang kamu kira buruk padahal ia teramat baik bagimu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 216)
Orang yang hatinya kotor selalu berprasangka buruk kepada segala sesuatu. Gerak-geriknya kaku penuh curiga. Setiap aktivitasnya tak pernah terhiasi rasa ikhlas hingga tak ada keberkahan dan kebaikan yang dapat ia peroleh. Apa pun yang dijalani dan dialaminya tak pernah dirasakannya sebagai suatu nikmat. Setiap menjalani aktivitas, ia pun akan selalu merasa rugi yang tiada henti. Orang lain pun takkan merasa betah berlama-lama berada di dekatnya karena bagaimana mungkin akan tenteram jika berdekatan dengan sesuatu yang meresahkan. Tak ada rasa nyaman yang dapat diperoleh darinya.
Sahabat, betapa ruginya hidup dengan hati yang kotor tak terpelihara. Dan hal ini bisa saja menimpa kita jika kita tak pandai menjagai dan memeliharanya. Maka berhati-hatilah dengan hati. Sekali dikotori, kita pun akan sulit membenahi-nya kembali. Semoga Allah, Dzat Yang Maha Membolak-balikkan hati senantiasa memberi kemudahan kepada kita untuk memiliki hati yang bersih, hati yang terpelihara dan terselamatkan.

Saat Ayahmu Teramat Khawatir

Anakku…
Awalnya, saya teramat berharap anak pertamaku adalah seorang laki-laki. Namun, harapan tersebut serta merta berubah saat saya baca sebuah hadits Rosul “Barang siapa dikaruniai anak perempuan kemudian mampu menjaganya hingga baligh (dewasa) maka Alllah jaminkan syurga bagi kedua orang tuanya.” Sejak saat itu, saya berdoa agar anak pertamaku adalah perempuan.
Anakku…
Jika kau tahu suasana hatiku saat menatap wajahmu untuk pertama kalinya… Subhanalloh… haru biru antara rasa bahagia dan kerinduan tak terkira mengisi setiap relung hatiku. Sungguh, tak ada satu pun sudut di hatiku yang tak terisi dengan rasa serupa.
Anakku…
Jika kau tahu suasana hatiku saat kau beranjak dewasa kini… Subhanalloh… ketar-ketir aneka rasa khawatir menghinggapi setiap sudut hatiku… akankah bapak mampu menjagamu hingga layak mendapatkan jaminan syurga? Sungguh… ku teramat khawatir anakku, saat kau lebih senang berdendang peterpan ketimbang tilawah quran, saat kau teramat terampil berbaik-baik dengan teman ketimbang dengan adikmu sendiri.
Anakku…
Banyak orang tua yang merasa gelisah ketika anaknya yang mulai beranjak dewasa tak mau lagi berbagi cerita. Banyak orang tua yang merana ketika anaknya yang mulai beranjak dewasa mulai sering berdusta. Tapi saya yakin anakku, kau tak mungkin berbuat seperti itu.
Anakku…
Maafkan bapak dan ibumu jika tak pandai menjagamu… jika tak cerdas memahami hatimu… jika tak pintar mengetahui maumu… maafkan kami, sungguh… Cinta kami padamu takkan pernah tergantikan. Rasa bangga kami padamu takkan pernah terpudarkan…
Anakku…
Saat ini Allah sedang menatap kita. Allah akan muliakan siapapun yang gemar memuliakan orang lain. Bantu kami untuk memahami hatimu hingga kami mampu berbuat yang terbaik untukmu. Bantu adik-adikmu untuk memuliakan sesama hingga mereka mau meneladanimu.
Anakku…
Semoga Allah memuliakanmu dan menjadikan sisa usiamu penuh dengan keberkahan. Amin.



dari hatiku,
mazzmardli

Senin, 31 Maret 2008

Indikator Kemusliman

Saudaraku, saya yakin anda tentu telah menyimak kabar tentang sebuah keluarga di Makasar yang terkapar kelaparan. Setelah sekian lama menahan derita, akhirnya si Ibu dan salah seorang anaknya meninggal dunia. Sementara anggota keluarga lainnya nyaris tak tertolong jika tidak segera dibawa ke rumah sakit oleh para tetangganya. Berbahagialah saudaraku, jika anda merasa terenyuh dengan kabar tersebut karena itulah indikator seorang muslim.
Saudaraku, saya yakin hati anda tentu akan bergemuruh saat mendengar pernyataan Lurah dan Seorang Kepala Dinas di Pemda Makassar yang menyalahkan keluarga tersebut yang takpernah membawa anaknya ke Posyandu hingga pemerintah takdapat mendeteksi nasib keluarga tersebut sejak awal. Berbahagialah saudaraku, jika anda tidak terbiasa menyalahkan orang lain saat kita berbuat kesalahan. Karena itulah Indikator seorang Muslim.
Saudaraku, saya yakin anda tentu terharu saat mendengar kisah Umar r.a. yang memikul sendiri sekarung gandum untuk diantarkan ke sebuah keluarga miskin yang tengah kelaparan. Berbahagialah saudaraku, jika anda punya kepedulian seperti Umar r.a. karena itulah Indikator seorang Muslim.

MENYIKAPI FENOMENA BRAIN DRAIN SECARA POSITIF

Upaya Mengubah Brain Drain menjadi Brain Gain

I. PENDAHULUAN
Brain drain dapat didefinisikan sebagai perpindahan tenaga ahli (ilmuwan) ke tempat yang lebih baik secara ekonomi, kesempatan berkembang, maupun ketersediaan fasilitas pendukung. Dalam kerangka internasional, UNESCO pada tahun 1969 mendefinisikan istilah brain drain sebagai bentuk yang tidak biasa dari terjadinya pertukaran ilmuwan antarnegara yang dikarakterisasi oleh adanya keuntungan yang sangat tinggi untuk negara-negara maju. Laporan Bank Dunia pada tahun 2005 menunjukkan bahwa hingga hari ini masih terjadi brain drain secara besar-besaran dari negara-negara berkembang, khususnya dari negara kecil dan terbelakang. Lebih lanjut, setidaknya saat ini terdapat sekitar 180 juta orang yang bertempat tinggal di luar negara asalnya (Ozden & Schiff, 2005).
Fenomena dan isitilah brain drain mulai populer pada sekitar tahun 1960-an dengan terjadinya migrasi para tenaga kerja terampil dari sejumlah negara miskin, khususnya India. Para pelaku brain drain tersebut merupakan orang-orang yang memiliki keterampilan profesional yang langka, seperti para dokter dan insinyur. Padahal mereka sebelumnya telah dilatih dan dibiayai untuk memperoleh pendidikan tinggi dan keterampilan tersebut dengan anggaran negara yang notabene merupakan hasil dari pajak.
Adalah mustahil untuk melarang emigrasi karena pertimbangan politis. Globalisasi telah memaksa terjadinya kebebasan arus barang, modal, dan tenaga kerja untuk bergerak dari satu wilayah ke wilayah lain tanpa adanya hambatan yang berarti. Arus globalisasi ini melanda semua segi kehidupan. Salah satu fenomena yang sangat terlihat tentang brain drain adalah pindahnya ilmuwan dari satu wilayah ke wilayah lainnya, khususnya menuju wilayah yang lebih maju. Berdasarkan statistik yang dikeluarkan oleh pemerintah dan dikutip Times edisi September 2004, setidaknya lebih dari 85.000 warga Indonesia memutuskan untuk menempuh pendidikan di luar negeri setiap tahunnya.
Brain Drain adalah sebuah kemestian bagi negara miskin/ berkembang dan sudah merupakan fenomena global. Bukan hanya Indonesia yang mendapat dampak negatif dari brain drain, melainkan hampir seluruh negara miskin/ berkembang mengalami permasalahan serupa. Namun, berbeda dengan Indonesia, beberapa negara berkembang seperti Malaysia, India, bahkan Vietnam telah mampu mengubah fenomena brain drain menjadi sebuah fenomena yang bernilai posiif. Brain drain memang mempunyai dua sisi, positif dan negatif. Oleh karena itu, pada paper ini penulis berupaya untuk menampilkan fenomena dan dampak brain drain dari sisi positifnya. Dengan demikian, kita tetap dapat mengambil manfaat dari sesuatu hal yang memang tidak mungkin kita hindari.

II. MENYIKAPI FENOMENA BRAIN DRAIN SECARA POSITIF
2.1 Faktor Pendorong Brain Drain
Fenomena migrasinya tenaga terdidik dan terlatih tersebut biasa dikenal dengan istilah brain drain terjadi karena dua faktor penyebab, yaitu faktor penarik dan faktor pendorong. Pertama, faktor penarik adalah faktor yang datang dari wilayah tujuan, misalnya untuk memperoleh prospek ekonomi dan kehidupan yang lebih baik, fasilitas pendidikan, penelitian, dan teknologi yang lebih memadai, kesempatan memperoleh pengalaman bekerja yang luas, tradisi keilmuan dan budaya yang tinggi, dan sebagainya. Kedua, faktor pendorong, yaitu faktor yang datang dari daerah asal, misalnya karena rendahnya pendapatan dan fasilitas penelitian, tidak adanya kenyamanan dalam bekerja dan memperoleh kebebasan, keinginan untuk memperoleh kualifikasi dan pengakuan yang lebih tinggi, ekspektasi karir yang lebih baik, kondisi politik yang tidak menentu, diskriminasi dalam hal penentuan jabatan dan promosi, dan sebagainya.
Faktor penyebab penarik-pendorong ini terkadang juga dapat dibedakan menjadi faktor penyebab obyektif-subyektif. Penyebab secara obyektif adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kebijakan yang diberikan oleh negara asal maupun tujuan dan terkait erat dengan karakteristik negara tersebut, seperti misalnya lemahnya kebijakan terhadap tradisi keilmuan. Sedangkan penyebab secara subyektif biasanya terbatas pada motif-motif personal dari yang bersangkutan.


2.2 Dampak dari Brain Drain
Terjadinya brain drain bagi negara asal tentunya membawa implikasi negatif yang tidak sedikit, seperti kondisi di mana kurangnya tenaga terlatih dan terdidik dari suatu negara, serta terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi yang sulit untuk diprediksi. Selain itu, brain drain dapat juga membawa pengaruh rendahnya kesejahteraan terhadap lingkungan di mana para tenaga terdidik tersebut berasal.
Fenomena brain drain menunjukkan bahwa peluang di daerah lainsangat menjanjikan. Sebaliknya, banyak ilmuwan muda yang menganggap tidak ada lagi kesempatan untuk mengembangkan karier di daerah asal. Di satu zaman di mana kemajuan suatu daerah sangat tergantung pada ilmu pengetahuan dan teknologi, fenomena kaburnya para ilmuwan demikian dapat berakibat sangat fatal di belakang hari.
2.3 Menyikapi Brain Drain Secara Positif
Pengalaman bekerja dan melakukan penelitian di luar daerah sebenarnya sangat berguna bagi ilmuwan itu sendiri maupun daerah asalnya, asalkan sang ilmuwan kembali ke daerah asal setelah beberapa saat di luar. Masalah baru muncul manakala para ilmuwan lebih memilih terus tinggal dan mengembangkan ilmunya di luar daerah. Perpindahan ilmuwan dari satu wilayah ke wilayah lain sebenarnya juga tidak masalah asalkan berjalan secara seimbang, dalam arti bahwa jumlah ilmuwan yang keluar setara dengan jumlah ilmuwan yang masuk.
Indonesia, sebagai negara berkembang terbesar ketiga di dunia, bersama dengan Cina dan India yang mewakili 70% dari keseluruhan penduduk Asia, Indonesia diprediksi dapat semakin jauh tertinggal dalam hal pengembangan sumber daya manusia jika tidak segera menyadari sekaligus mempersiapkan strategi untuk mengatasi problematika brain drain.
Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNDP pada Human Development Report 2005, Indonesia masih menduduki peringkat 110 dari 177 negara di dunia. Bahkan yang lebih mencemaskan, peringkat tersebut justru sebenarnya semakin menurun dari tahun-tahun sebelumnya, di mana pada tahun 1997 HDI Indonesia berada pada peringkat 99, lalu menjadi peringkat 102 pada tahun 2002, dan kemudian merosot kembali menjadi peringkat 111 pada tahun 2004.
Namun demikian, di sisi lain justru beberapa negara berkembang kini telah mampu memanfaatkan kondisi brain drain menjadi reversed brain drain untuk kemajuan negaranya, misalnya Cina dan India, dua negara Asia yang mempunyai konsentrasi brain drain sangat tinggi. Kondisi reversed brain drain yang terjadi sejak awal 1990-an tersebut, selain memacu produktivitas perekonomian negara asal, diyakini juga telah meninggalkan buah manis berupa jaringan keilmuan dan pemasaran yang kuat dan tersebar hampir di seluruh negara-negara maju yang pernah mereka huni sebelumnya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, apabila para tenaga ahli dan terlatih kita yang berada di luar negeri belum mau atau setidaknya masih berpikir dua kali untuk kembali ke tanah air, ditambah dengan kondisi dalam negeri yang dapat kita katakan belum siap secara total ‘menyambut’ kehadiran para tenaga terdidik dari luar negeri, maka apa yang harus kita lakukan saat ini yaitu mempersiapkan segala sesuatunya guna menyongsong terjadinya reversed brain drain di Indonesia. Salah satunya – secara berbesar hati – yaitu dengan memetik pengalaman dan perjalanan berharga bangsa lain yang telah berhasil menaklukan dan memanfaatkan brain drain sebagai aset utama terjadinya brain gain.
2.4 Mengubah Brain Drain menjadi Brain Gain
Beberapa hal yang mendesak dilakukan oleh pemerintah untuk menghentikan dampak negatif dari brain drain diantaranya meningkatkan dana riset untuk Universitas dan lembaga penelitian, meningkatkan otonomi, daya saing serta atraktivitas Universitas.
Untuk meningkatkan daya saing dan atraktivitas Universitas, beberapa inovasi sebenarnya telah dilakukan diantaranya dengan membuka posisi Juniorprofessor. Jabatan ini dibuka untuk memberikan kesempatan kepada peneliti muda agar ia bisa secara dini melakukan penelitian mandiri.
Cara lain yang perlu ditempuh oleh pemerintah adalah membentuk Universitas-universitas Elit yang akan dipacu untuk dapat bersaing dengan universitas-universitas terbaik di dunia. Untuk itu, pemerintahan perlu menganggarkan dana yang memadai. Dengan dana ini, akan terbuka kesempatan luas untuk memacu penelitian dan memberikan daya tarik bagi ilmuwan-ilmuwan terbaik.
Selain meningkatkan penelitian dan daya saing, universitas-universitas di Indonesia juga harus berani melamar dan menggaet ilmuwan-ilmuwan terbaik di dunia sebagaimana dilakukan oleh universitas-universitas di luar negeri. Untuk itu tingginya gaji dan peningkatan dana penelitian saja tidaklah cukup, tetapi harus diimbangi dengan pemberian jaminan sosial dan kenyamanan hidup tidak hanya bagi sang peneliti tetapi juga bagi keluarganya.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab utama terciptanya pola reversed brain drain, antara lain pertama, adanya tansisi kebijakan pemerintah secara gradual sehingga dapat menciptakan berbagai lapangan kerja baru di berbagai bidang. Selain itu, dominasi campur tangan pemerintah atas pengelolaan institusi-institusi swasta perlu dikurangi.
Kedua, penguatan kondisi perekonomian di dalam negeri. Kondisi inilah yang akan dimanfaatkan oleh para profesional pelaku brain drain. Mereka berduyun-duyun kembali ke negaranya sebagai fasilitator antara tenaga ahli yang berada di dalam negeri dengan jaringan pasar internasional.
Ketiga, pemeliharaan jaringan diaspora, baik diaspora yang bersifat keilmuan maupun diaspora yang bersifat komunitas kemasyarakatan. Dari sinilah mereka memperoleh sumber potensi yang sangat besar dalam menjalankan kerjasama secara efektif dan menguntungkan kedua belah pihak antara negara berkembang dengan berbagai negara industri maju lainnya.
Keuntungan dari terjadinya reversed brain drain tersebut bukan merupakan sesuatu yang instan. India saja harus menunggu sekitar 15 tahun untuk merasakan keuntungan dari reversed brain drain. industri teknologi India mulai berkembang menjadi teknologi kualitas tinggi dengan pertumbuhan dari US$ 150 juta menjadi US$ 3,9 miliar dalam hal penjualan. India saat ini juga telah mengekspor produksi piranti lunak ke hampir 100 negara di dunia, termasuk Amerika Serikat dan negara-negara di benua Eropa.
Meningkatnya ikatan rasa emosional dan budaya terhadap tanah air menjadi modal tambahan meluasnya kesempatan bagi para profesional. Begitu pula dengan kesempatan bekerja di dalam negeri yang tidak kalah bersaing dengan perusahan-perusahaan terkenal lainnya di luar negeri.
Penyikapan secara positif atas fenomena brain drain bukan saja akan menciptakan reversed brain drain, akan tetapi akan diikuti pula dengan terciptanya brain gain dari negara-negara lainnya. Meledaknya perekonomian suatu negara akan memicu migrasi tenaga ahli dari negara lain. Sebagai contoh, hal demikian terjadi di India. Survey yang dilakukan di Inggris pada tahun 2005 menyimpulkan bahwa para lulusan Inggris tengah mempersiapkan dirinya untuk mengisi 16.000 lowongan pekerjaan pada Indian call-center di tahun 2009 mendatang.
Fenomena reversed brain drain dapat menjadi elemen awal terciptanya brain gain. Selain itu, komunitas dari diaspora harus dikondisikan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan dan perkembangan di dalam negeri. Diaspora juga dapat menjadi komunitas yang berharga dalam memberikan kontribusi terhadap meningkatnya hubungan bilateral, sehingga hal tersebut menghasilkan keuntungan ganda bagi negaranya. Dengan mengoptimalkan jaringan diaspora terhadap pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dalam negeri, fenomena mengenai brain drain dan migrasinya tenaga ahli telah berubah menjadi mantra brain gain. Oleh karena itu, diaspora semacam ini patut menjadi perhatian khusus bagi kita semua, terutama mengenai kuatnya keterikatan mereka dengan keluarga dan negara asalnya.
Tantangan untuk mengubah brain drain menjadi brain gain bagi Indonesia, setidaknya dapat dihadapi dengan beberapa strategi sebagai berikut:
a. Mengimplentasikan rancang-bangun pendidikan yang efektif dan measurable melalui program nasional dan pelatihan luar negeri yang lebih terarah dan terencana. Pemenuhan target program pendidikan dasar bagi seluruh warga negara Indonesia, investasi pada infrastruktur untuk penelitian, pengembangan dan penciptaan kondisi yang dapat menunjang tumbuhnya sektor publik maupun swasta dalam lingkup hasil penelitian, serta pengembangan teknologi dan inovasi merupakan beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam kondisi sekarang ini. Oleh sebab itu, guna mewujudkan langkah-langkah strategis di atas, kerjasama antara pemerintah dengan sektor swasta harus pula dijalankan secara optimal.
b. Membangun kepemimpinan nasional yang tercerahkan terhadap komunitas ilmu pengetahuan nasional yang dapat menyokong terciptanya pengembangan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi secara internal maupun eksternal. Oleh karena itu, seluruh ahli ilmu pengetahuan, politisi, dan penentu kebijakan di Indonesia, termasuk badan-badan internasional lainnya, harus memberikan apresiasi lebih terhadap terjadinya sinergitas kreasi ilmu pengetahuan sehingga kebijakan dan sistem pendidikan dapat dirancang untuk menciptakan inovasi baru dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Dalam jangka pendek perlu diciptakan sistem tranfer ilmu para pelaku brain drain seperti melalui kuliah khusus, mendatangi seminar nasional, dan berdiskusi secara langsung, serta menjadi penghubung antara ilmuwan lokal dengan ilmuwan internasional. Sedangkan untuk tahapan jangka panjang, pemerintah sudah waktunya membentuk suatu program atau badan khusus untuk mengantisipasi negative snowball effect dari brain drain, sekaligus menerapkan strategi penciptaan reversed brain drain sebagaimana telah dilakukan oleh negara-negara lain.
Pencapaian hal di atas tentunya tidak mudah dan memerlukan waktu, sebagaimana investasi SDM India di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta kapabilitas R&D yang dimulai sejak tahun 1950-an. Begitu pula dengan Cina yang telah meluncurkan proyek pengembangan 100 Universitas menuju institusi pendidikan berkelas dunia yang bukan saja membutuhkan waktu pelatihan pendidikan tinggi yang cukup lama, tetapi juga sulitnya menarik para ilmuwan untuk terus berkarir pada dunia akademis. Namun demikian, tentunya harapan masih tetap harus digantungkan sampai kapanpun jua. Sebagai generasi penerus sudah menjadi kewajiban kita untuk memikirkan permasalahan ini sejak dini, dengan harapan kelak anak-cucu kita dapat berkreasi dan memperoleh pengetahuan yang tinggi. Sehingga, mereka akan mampu bersaing dengan negara-negara lain, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri sekalipun

III. SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Brain drain atau perpindahan tenaga ahli adalah sebuah kemestian sekaligus merupakan fenomena global. Sebuah negara tidak mungkin melakukan pelarangan atas terjadinya fenomena brain drain karena brain drain merupakan dampak langsung dari globaisasi.
Hal yang harus dilakukan adalah penyikapan, bukan pelarangan. Brain drain akan bernilai positif jika kita cerdas menyikapi. Namun hal yang perlu dipahami adalah keuntungan atas penyikapan fenomena brain drain bukan merupakan sesuatu yang instan. Jadi, penyikapan atas fenomena brain drain membutuhkan kematangan, gradualitas, dan ketepatan perencanaan.
Beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia dalam rangka meraih sisi positif dari fenomena brain drain adalah dengan cara mengimplentasikan desain sistem pendidikan yang efektif dan measurable, membangun kepemimpinan nasional yang tercerahkan, menciptakan pola transfer ilmu para pelaku brain drain. Untuk tahapan jangka panjang, pemerintah perlu segera membentuk suatu program atau badan khusus untuk mengantisipasi negative snowball effect dari brain drain.

Jumat, 22 Februari 2008

Virus Merah Jambu dari Natuna

Musim hujan memang kita mesti be careful with virus. Ini nih, King of Natuna yang ingin punya teman di dunia maya ... sampai maksa-maksa saya bikin blog. Awalnya memang ribet, but I'm sure if his idea is useful for me, really. Terima kasih Mister King, kamu telah tularkan virus Februari yang familiar dengan warna pink. Syukurlah, saya tak tertulari virus valentine tapi virus bikin blog. Yuk, kita bakal banyak diskusi di dunia blog nih.